Ruang Demokrasi Dibungkam, AMP- KK Solo dan KAPOLRESTA Surakarta Menggelar Audiensi


Surakarta - Setelah beberapa kali kegiatan demostrasi damai Aliansi Mahasiswa Papua yang telah mengantungi surat tanda pemberitahuan dari Kapolresta Surakarta yang diwarnai dengan tindakan pembungkaman ruang demokrasi, melalui beberapa cara seperti  penyitaan perangkat aksi oleh Kepolisian pada demostrasi damai yang dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2013, 9 November 2013, 19 November 2013, dan disusul dengan aksi penghadangan oleh Ormas Gempar ketika AMP menggelar aksi gugat Deklarasi TRIKORA pada tanggal 19 Desember 1961 silam. Selanjutnya disusul dengan tindakan  penyebaran selebaran yang berisi ancaman pembungkaman ruang demokrasi kegiatan AMP Solo yang ditempel di setiap sudut kota maupun di pagar kampus dimana mahasiswa Papua mengenyam pendidikan.
Semua sikap Kepolisian Resort Surakarta dan Ormas Gempar diatas, benar-benar mengusik rasa aman kami, sehingga mengharuskan kami Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Solo  untuk menggelar audiensi pada tanggal 16 Januari 2014 dengan Kepala Kepolisian Resort Kota Surakarta guna mempertanyakan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Demokrasi kami, khususnya Hak Sipil dan Politik yang dijamin dalam UU Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik, dan UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum.
Audiensi tersebut, dihadiri oleh Wakil KASAT INTELKAM Polresta Surakarta, Pak Bowo mewakili Kapolresta Surakarta dan Pengurus Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Solo yang di dampingi Pendamping hukum AMP, Emanuel Gobai, S.H.
Sebelum memulai audiensi, sempat dilakukan klarifikasi berdasarkan surat tujuan audensi yang dilayangkan adalah kepada Pak Kapolresta Surakarta mengapa, kami harus diterima oleh WAKASAT INTELKAM ?. lalu beliau menjelaskan bahwa Pak Kapolresta sedang keluar sehingga tidak bisa menghadiri pertemuan ini. Selanjutnya Beliau telah memberikan mandat kepada saya untuk bertemu saudara-saudara sehingga perihal yang ingin disampaikan silahkan disampaikan saja sebab saya akan menyampaikan keterangan tersebut kepada Pak Kapolresta Surakarta.
Mendengar keterangan itu, maka selanjutnya kami menyampaikan perihal yang ingin kami sampaikan dalam audensi diatas. Dalam penjelasannya, pendamping hukum Aliansi Mahasiswa Papua menyampaikan bahwa berdasarkan kenyataan dalam beberapa kasus pembungkaman demokrasi yang dijelaskan diatas, kami menyimpulkan bahwa Tugas dan Fungsi Kepolisian Resort Kota Surakarta sebagai penegak hukum dalam mendampingi dan melindungi terrealisasinya hak berdemokrasi kami Aliansi Mahasiswa Papua di Surakarta tidak terimplementasikan dengan maksimal sebab pada prakteknya hak berdemokrasi kami di bungkam oleh Polisi dan juga sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan Ormas Gempar. Padahal secara jelas diketahui bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang menghargai HAM dan demokrasi, dalam konteks menjunjung tinggi nilai- nilai kebebasan berpendapat dimuka yang dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998.
Menurut Dino Abugi (salah satu anggota AMP KK Solo), Jika berkaca pada tindakan Kepolisian Surakarta dalam menangani kegiatan demonstrasi damai Aliansi Mahasiswa Papua pada tanggal 19 Desember 2013 yang berbuntut pada penghadangan oleh Ormas Gempar, dinilai adanya proses pembiaran yang dilakukan oleh pihak Kepolisian yang telah mengetahui kegiatan demostrasi yang dilakukan baik oleh AMP maupun Ormas berdasarkan surat pemberitahuan yang dilayangkan kepada pihak Kepolisian, sehingga melaluinya kami menilai bahwasannya Kepolisian Resort Kota Surakarta sedang berupaya untuk menciptakan konflik sosial.
Setelah mendengar semua keterangan diatas, pendamping hukum Aliansi Mahasiswa Papua menyimpulkan bahwa Berdasarkan kenyataan diatas, kami berpendapat bahwa Kepolisian Resort Kota Surakarta telah jelas-jelas melanggar Pasal 30, UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan secara khusus telah melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Standar dan Prinsip Hak Asasi Manusia dalam Tugas-Tugas Kepolisian. Selain itu lebih spesifik kami menilai bahwa Kepolisian Kota Surakarta telah melakukan pembiaran dan bahkan perbuatan melanggar pasal 18 UU Nomor 9 Tahun 1998.
Selanjutnya WAKASAT INTELKAM Polresta Surakarta sedikit menjelaskan bahwa selama ini pihaknya selalu memberikan ruang demokrasi bagi rekan-rekan AMP seperti yang dilakukan pada saat menjawab semua surat pemberitahuan selama ini. Itu merupakan bukti penghargaan ruang demokrasi terhadap rekan-rekan, selanjutnya menyangkut aktifitas Ormas itu merupakan hak mereka yang tidak bisa dibatasi sama seperti apa yang kami perlakukan terhadap rekan-rekan. Jika dalam aktifitas Ormas tersebut apabila rekan-rekan merasa dilanggar maka rekan-rekan bisa mencari alternatif lain seperti mencari tempat aksi ditempat lain, Cetusnya.
Mendengar jawaban WAKASAT INTELKAM terkait mencari alternatif diatas, ditegaskan langsung oleh pendamping hukum AMP bahwa ungkapan itu merupakan tindakan penghambatan ruang demokrasi AMP di Surakarta secara halus, dan perlu diketahui bahwa ungkapan itu merupakan pelanggaran HAM sehingga kami saat ini bisa mengadukan Pak WAKASAT INTELKAM kepada KOMNAS HAM. Secara praktek ungkapan senada sering kali disebutkan oleh KASAT INTELKAM Polresta Surakarta kepada rekan-rekan Aliansi Mahasiswa Papua KK Solo pada saat aksi demostrasi damai dilakukan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemungkinan pernyataan itu merupakan pernyataan bersama seluruh anggota Kapolresta Surakarta dalam melihat dan menilai aktifitas AMP. Lebih jauh lagi berdasar kenyataan dimana KASAT INTELKAM yang sering terlibat langsung dalam tindakan penyitaan perlengkapan aksi sehingga menunjukan bahwa pelanggaran tehadap hak demokrasi AMP di Surakarta dilakukan langsung oleh seorang Kepala INTELKAM. Kemudian terkait tanggapan tentang Ormas diatas secara yuridis sangat benar tetapi berdasarkan fakta hukum yang terjadi adalah Ormas Gempar telah melanggar pasal 18 UU Nomor 9 Tahun 1998 namun pertanyaannya adalah mengapa pihak Kepolisian Resort Kota Surakarta tidak menindaklanjuti kenyataan itu ?.
Selanjutnya pendamping hukum AMP menegaskan bahwa, rekan-rekan AMP tidak memiliki persoalan dengan Kepolisian Resort Kota Surakarta dan juga masyarakat Surakarta khususnya Ormas Gempar. Berdasarkan pandangan tersebut maka apapun sikap dan tindakan yang akan dilakukan oleh Ormas ataupun pihak manapun yang bertujuan untuk menyikapi dan/atau membatasi aktifitas HAM dan Demokrasi khususnya hak Sipil dan Politik AMP di Surakarta maka kami tidak akan menanggapinya sebab AMP hanya bermasalah dengan Negara Indonesia yang telah menyumbat Hak Politik Bangsa Papua, bukan rakyat Indonesia ataupun Kepolisian Resort Kota Surakarta. Dengan demikian apabila  dalam aktifitas selanjutnya ada pengertian ataupun penyimpulan bahwa AMP bermusuhan dengan masyarakat Surakarta merupakan pendapat sepihak oknum tertentu yang bertujuan untuk menciptakan kekacauan di Surakarta dan  jelas- jelas merupakan tindakan profokatif.
Perlu diketahui pula bahwa semua tindakan KASAT INTELKAM dalam melakukan penyitaan terhadap perangkat aksi AMP tidak pernah menyatakan dasar hukum tentang dilakukannya penyitaan, dan bahkan beliau tidak pernah menunjukan surat penyitaan atas tindakan yang dilakukan, sehingga tindakan tersebut menurut hemat kami membuktikan bahwa KASAT INTELKAM telah bersikap seperti seorang legislator dan mengesampingkan kenyataannya sebagai penegak hukum. Sikap ini sungguh memprihatinkan mengapa beliau sejak awal tidak memilih menjadi legislatif agar dapat menciptakan aturan supaya tindakannya tidak mengotori status penegak hukum yang disandang.
Berdasarkan semua keterangan dalam audensi diatas, WAKASAT INTELKAM yang mewakili Kapolresta Surakarta hanya terdiam dan tidak mampu menjawab pertanyaan kami secara yuridis. Dalam sanggahannya beliau hendak memberikan keterangan secara subjektif, namun penyataannya dibatasi oleh pendamping hukum AMP sebab yang dibahas disini adalah terkait impelemntasi landasan yuridis tentang HAM dan Demokrasi yang diakui di Negara hukum Indonesia bukan pendapat subjektif.
Selanjutnya WAKASAT INTELKAM hanya menyimpulkan bahwa semua penyataan dan masukan yang disampiakan AMP, pihaknya sangat berterimakasih sebab kegiatan audensi ini dapat membantu kami untuk mengevaluasi tindakan kami yang terkesan melanggar HAM dan Demokrasi demi mewujudkan reformasi dalam tubuh Kepolisian Resort Kota Surakarta. Selanjutnya semua masukan- masukan dan penyataan yang disampaikan akan dilanjutkan kepada Kapolresta Surakarta dan KASAT INTELKAM.
Secara khusus WAKASAT INTELKAM Polresta Surakarta menyatakan bahwa pihaknya akan melindungi dan menghargai Hak Sipil dan Politik serta menjamin keamanan dan kenyamanan Aliansi Mahasiswa Papua dalam melakukan semua aktivitas yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 khususnya menyangkut HAM dan Demokrasi di Kota Surakarta.
Sambil menutup audensi tersebut, pendamping hukum AMP menyampaikan bahwa pihaknya akan membuat surat pemberitahuan dugaan pelanggaran dan Pembungkaman Ruang Demokrasi yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Kota Surakarta kepada Kapolresta Surakarta, Propam Polda Jateng, Kapolda Jateng, dan Kompolnas agar dapat menindaklanjuti tindakan tersebut demi membantu Polisi untuk mengevaluasi tindakannya selama ini. Selanjutnya ditegaskan  kepada Kepolisian Resort Kota Surakarta agar dapat bersikap secara profesional dalam melindungi HAM dan Demokrasi AMP yang dijamin dalam Konstitusi Negara ini sebab AMP mempunyai hak untuk menyampaikan pendapat dimuka umum yang dilindungi oleh UU Nomor 9 Tahun 1998”. ujar Pendamping hukum AMP.




Post a Comment

Silahkan Berikan Komentar Anda Seputar Artikel - Artikel Ini di Sini !